Selasa, 25 Mei 2010

Cerpen Asik

Sumpah Sumardi

Karya : Wildan Alief Pradhito

Siang itu panas sangat terik namun, Mardi dengan sangat semangat pulang ke rumahnya di daerah Cilamaya, di bagian utara Kabupaten Karawang. Setelah pulang, dengan terburu – buru dia melemparkan tasnya ke kasur dan kemudian diapun langsung berganti pakaian. Setalah berganti pakaian dia pergi lagi dengan setengah berlari.

“mau kemana Di?, kok buru – buru amat?”, Tanya seorang tetangganya.

“Saya terlambat datang ketempat pengasapan ikan!!!”, Jawabnya sambil berlari.

Sudah hampir 5 bulan ini Mardi bekerja di tempat pengasapan ikan untuk membantu ibunya membiayai sekolahnya dan sekolah adiknya Si Didin juga untuk menambah biaya konsumsi sehari – hari. Sementara itu, Ibunya Mardi bekerja sebagai pembantu rumah tangga di keluarga Pak Komar, Orang yang memiliki tempat pengasapan ikan dimana Mardi bekerja. Sedangkan Ayah Mardi sudah meninggal 3 tahun yang lalu karena sakit pernapasan.

“Kamu telat 12 menit....”, Kata Pak Komar dengan kaku.

“Ada tugas tambahan yang harus saya kerjakan di sekolah Pak...”, Jawab Mardi dengan memelas.

“Itu bukan urusan saya, kalau kamu telat terus lebih baik saya mencari pegawai baru saja”, Jawab Pak Komar tidak peduli.

“Wah jangan pecat saya dong Pak, saya janji deh ini yang terakhir...”, Pinta Mardi.

“Ya sudah ini untuk yang terakhir kali, sana bekerja!!!!, Banyak ikan baru datang dari sungai buntu!!!”, suruh Pak Komar.

“Terima kasih atas kemurahan hatinya pak, baik saya akan langsung bekerja....”, Jawab Mardi dengan girang.

Mardi pun langsung bekerja mengasapi ikan – ikan yang baru datang. Mardi bekerja setiap hari kecuali sabtu dan minggu sampai dengan pukul setengah 10 malam. Dan baru pada malam harinya dia belajar sampai jam 11 malam.

Hari itu pun Mardi selesai bekerja lalu pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, ibunya telah menyambutnya di ruang tengah dengan muka yang tampak sedih. Sedangkan adiknya, Si Didin sedang tidur di di pangkuan ibunya.

“Ibu kenapa?, kok keliatanya Ibu sedang sedih?”, tanya Mardi.

“Di....., dengarkan Ibu baik – baik ya!!”, Pinta Ibunya.

“Ya Bu, Mardi akan dengerin Ibu”, Jawab Mardi.

“Dari malam ibu mikirin masa depan kamu Nak”, Kata Ibunya Mardi.

“Memangnya kenapa dengan masa depan Mardi Bu?”,Tanya Mardi dengan penasaran.

“Sepertinya Ibu tidak bisa menguliahkan kamu Di.....”, Jawab ibunya dengan pelan.

“Loh, memangnya kenapa Bu?”, Tanya Mardi dengan lebih penasaran.

“Utang Ibu pada Pak Komar terlalu banyak Di...., Sekarang ibu akan fokuskan keuangan untuk membayar utang Ibu pada Pak Komar dulu”, Jawab Ibunya dengan jelas.

Mardi terdiam untuk beberapa saat setelah mendengar jawaban dari Ibunya. Dia sangat ingin sekali untuk meneruskan kuliah tapi dia juga berfikir apa enaknya hidup dibawah tagihan orang lain yang akan selalu datang menagih pada Ibunya.

“Baiklah Bu, Mardi ngerti kok dengan keadaan Ibu. Setelah lulus SMA, Mardi akan langsung bekerja untuk membantu Ibu membiayai sekolah Didin”, jawab Mardi dengan penuh pengertian.

“Mardi bersumpah Bu, suatu saat Mardi akan bisa kuliah dengan jerih payah Mardi sendiri tanpa harus menyusahkan Ibu. Setelah Mardi lulus kuliah nanti, Mardi akan bekerja di tempat yang elit dan kita akan menjadi orang kaya Bu, derajat hidup kita akan terangkat ke atas.”, Kata Mardi dengan muka yang berkaca – kaca sambil menunjuk ke atas.

Mendengar sumpah Mardi ibunya sangat terharu sambil meneteskan air mata. Dia sangat bangga pada anak pertamanya ini yang mau bekerja keras untuk mencapai cita – citanya.

“Ibu sangat bangga padamu nak....,”, Kata Ibunya sambil meneyeka air matanya.

“Tapi sekarang ini ada sesuatu yang menjadi pikiran Ibu...”, Kata Ibunya dengan suara yang sangat pelan.

“Apa itu Bu?”, Tanya Mardi.

“Adikmu ini sakitnya parah. Kita harus membawanya ke puskesmas tapi Ibu sekarang sedang tidak punya uang....”, Jawab Ibu dengan suara yang sangat pelan.

“Ini Bu, Mardi baru dapat upah mingguan dari Pak Komar.”, Jawab Mardi sambil memberikan sejumlah uang kepada Ibunya.

“Besok pagi Ibu bawa saja Si Didin ke puskesmas.”, sambung Mardi sambil menyambar handuk di jemuran.

Keesokan paginya Mardi seperti biasa berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki sedangkan Ibunya membawa Si Didin ke puskesmas. Di sekolah, Mardi belajar seperti biasa. Namun di tengah – tengah pelajaran matematika kepala sekolah Mardi datang ke kelas Mardi memanggil dirinya.

“Apakah disini ada yang bernama Sumardi?”, Tanya Pak Kepala sekolah.

“Saya pak!!!”, Jawab Mardi sambil mengacungkan tanganya.

“Ikut Bapak ke kantor sekarang!!!”, Suruh Pak Kepala sekolah.

Mardi pun ikut dengan Bapak Kepala sekolah ke kantornya. Dengan perasaan yang deg – degan dia mengikuti Pak Kepala sekolah dari belakang. Dia bertanya – tanya dalam hati ada apa Pak Kepala sekolah memanggilnya sampai harus beliau langsung yang datang ke kelasnya. Sesampainya di ruangan kepala saekolah Mardi langsung di suruh duduk.

“Silakan duduk”, Kata Kepala sekolah.

“Terima kasih Pak, tapi ada apa bapak sampai harus memanggil saya langsung kelas?, apa saya sudah melanggar peraturan Pak?”, Tanya Mardi dengan penasaran.

“oh tidak ada apa – apa. Justru bapak ingin menyampaikan kabar penting untuk kamu Di.....”, Jawab Pak kepala sekolah dengan tenang.

“Kabar apa Pak?”, Tanya Mardi dengan lebih penasaran.

“Sekolah kita di undang oleh pemerintah Kabupaten Karawang untuk mengikuti lomba derdas cermat tingkat nasional....”, Kata Pak Kepala sekolah

“Guru – guru telah sepakat untuk mengutusmu sebagai perwakilan dari sekolah kita”, Sambung Pak Kepala sekolah.

Mardi sangat senang mendengarnya. Dia senang karena sekolah telah percaya padanya untuk mengemban tugas yang berat untuk mengharumkan nama sekolahnya. Tapi ada suatu hal yang mengganjal pikiran Mardi.

“Dengan senang hati saya menerimanya Pak, tapi.....”

“Tapi kenapa Di?”, Tanya Pak Kepala sekolah.

“Tapi saya harus bekerja Pak. Setahu saya kalau ada lomba cerdas cermat seperti ini akan ada pelajaran tambahan setiap pulang sekolah sedangkan setiap pulang sekolah saya harus bekerja”, jawab Mardi dengan berat.

“Tapi hadiahnya besar loh Di”, Sela Pak Kepala sekolah.

“Kalau kamu berhasil menang, kamu akan dapat beasiswa kuliah di Universitas Indonesia....”sambung Pak Kepala sekolah.

Mardi terdiam sejenak. Mardi berfikir bukankah dia ingin sekali kuliah?, ini adalah kesempatan yang tak boleh dilewatkan oleh Mardi. Apalagi dia tidak harus bekerja untuk membiayai kuliahnya karena semua biayanya sudah di tanggung oleh pemerintah.

“Baik Pak saya bersedia menjadi wakil sekolah ini”, Jawab Mardi tanpa keraguan.

“Terima kasih Di. Dan satu lagi bila kamu menang kamu akan mendapat juara pertama, kamu akan mendapatkan uang tunai sebesar 100 juta rupiah”, Kata Pak Kepala sekolah.

Mardi makin bersemangat saja untuk memenangkan lomba tersebut. Sepulang sekolah, Mardi pun menceritakan ajakan Pak Kepala sekolah pada Ibunya.

“Ibu sih setuju saja kalau itu untuk kebaikan kamu. Berusalah dengan sungguh – sungguh untuk memenangkan lomba itu”, Jawab Ibunya mendukung keputusan Mardi.

“Tapi Mardi jadi tidak bisa bekerja Bu.....”, Jawab Mardi dengan nada mengeluh.

“setiap pulang sekolah Mardi harus menerima pelajaran tambahan”, Sambung Mardi.

“Tidak apa – apa Di, urusan biaya serahkan saja pada Ibu”, Jawab Ibunya sambil menepuk pundak Mardi.

“Terima Kasih Bu, Mardi janji akan memenangkan lomba cerdas cermat itu”, Jawab Mardi dengan Semangat.

Kini setiap hari sepulang sekolah, Mardi menerima pelajaran tambahan dari para guru pembimbing. Suatu hari ketika di sedang menerima pelajaran tambahan matematika, dia bertanya pada gurunya.

“Apakah akan ada banyak peserta yang akan mengikuti lomba ini Pak?”, Tanya Mardi pada gurunya.

“Ya tentu saja Di, Ini kan lomba tingkat nasional jadi akan banyak peserta yang akan ikut lomba cerdas cermat ini”,jawab Pak Guru.

“pokoknya kita tidak usah berharap menang lah dalam lomba ini. Pokoknya yang penting kamu mendapatkan pengalaman dalam lomba ini. Banyak sekolah dari kota yang mempersiapkan diri lebih baik daripada kita. Jadi kita tidak usah berharap menang dalam lomba ini yang penting kamu sudah berusaha”, sambung Pak Guru.

Mardi terdiam mendengar jawaban Pak Guru. Entah kenapa jawaban Pak Guru malah mematahkan semangat Mardi. Seterusnya Mardi meneruskan Pelajaran tembahan dengan malas – malasan. 2 hari selanjutnya pun Mardi mardi belajar dengan malas – malasan sampai pada akhirnya Mardi menceritakan perkataan gurunya pada Ibunya.

“Loh ga apa - apa dong Di......”Jawab ibunya.

“Yang penting kita berusaha dulu urusan kalah atua menang itu urusan nanti....”, Sambung Ibunya menyemangati Mardi.

Semangat Mardi pun bagaikan tersengat kembali mendengar perkataan Ibunya. Dia belajar lagi dengan penuh semangat. Tak terasa waktu berlalu. Kini tinggal 2 hari lagi menuju hari H. Mardi belajar tak kenal waktu bahkan sampai tidak tidur semalaman. Ibunya pun sampai harus mengingatkan dia untuk tidak lupa beristirahat demi kesehatannya. 1 hari sebelum Hari H, guru Mardi menyarankan untuk tidak belajar dulu melainkan menyuruh Mardi untuk beristirahat.

Keesokan harinya setelah shalat subuh, Mardi langsung bersiap – siap pergi kesekolahnya untuk kemudian pergi ke kota.

“Apakah Ibu dan Didin akan ikut?”, Tanya Mardi.

“Nanti setelah Ibu izin ke Pak Komar dan menjemput adikmu, Ibu akan langsung kesekolahmu dan ikut dengan rombongan guru”, Jawa Ibunya.

Mardi pun dengan semangat berjalan ke sekolahnya. Mardi berangkat terlebih dulu dengan kepala sekolah dengan menggunakan mobil Pak Kepala Sekolah sedangkan guru – guru yang lain akan menyusul bersama ibu dan Aik Mardi.

Sesampainya di Kantor Pemda Karawang, Mardi langsung mengurus pendaftaran dan namanya pun langsung di panggil untuk mengikuti lomba. Semua pertanyaan dari dewan juri berhasil ia jawab dengan benar. Score nya kini paling tinggi. Namun score nya mulai terkerjar ketika memasuki soal mata pelajaran komputer.

“Waduh gimana saya bisa jawab pertayaannya?, orang megang komputer aja jarang....”, Gumam Mardi dalam hati.

Namun pikiran Mardi kembali jernih ketika rombongan sekolahnya beserta ibunya datang.

“Ayo Mardi jangan tegang!!!!”, Teriak gurunya.

“Jangan Tegang Nak!!!, jawab saja sebisa mu!!!, jangan takut salah!!!”, Terak Ibunya menyemangati.

Pikiran Mardi pun kembali jernih dan mardi bsa menjawab soal dengan tenang. Tak terasa kini Mardi sudah berada di penghujung lomba kini juri pun sudah menghitung score masing – masing peserta.

“Dan pemenangnya adalah Sumardi dari Kabupaten Karawang!!!. Dia berhak atas Beasiswa ke Universitas Indonesia Dan uang tunai sebesar 100 juta rupiah!!!!”, Seketika guru – gurunya pun bersorak kegirangan.

Ibunya Mardi hanya bisa meneteskan airmata mengetahui anakanya kini bisa kuliah dan hutang – hutangnya pada Pak Komar bisa terlunasi. Sedangkan Mardi langsung sujud syukur mengetahui dirinya yang jadi pemenganya.

Tahun berikutnya setelah lulus SMA Mardi pun Kuliah dengan beasiswa di Universitas Indonesia. Sementara uang tunai yang 100 juta hadiah cerdas sermat itu di pakai ibunya untuk untuk modal ibunya membuka rumah makan di daerah Cilamaya. Rumah makan Ibunya sangat populer di kalangan pejabat kota. Sementara Adiknya Mardi sekarang sudah duduk di bangku SMA.

Tak terasa kini Mardi sudah lulus kuliah. Dia sekarang bekerja di sebuah perusahaan swasta. Jabatannya cukup tinggi karena nilai - nilai Mardi ketika kuliah cukup tinggi. Kini Mardi dan keluarganya sudah Pindah ke kota dan tinggal di rumah yang besar. Walau begitu mereka selalu datang ke desanya untuk bersilaturahmi dengan orang – orang yang di kenalnya dan untuk mengecek rumah makan Ibunya. Sumpah Mardi pada saat SMA dulu sudah di penuhi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar